Ombudsman Kaltim : Langgar Aturan bila Ada Iuran Sekolah Dipatok Nilainya
KUTIM, CARAKAINDONESIA.COM- Pendidikan gratis hanya pemanis bibir para pejabat di wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Faktanya, secara masif semua jenjang pendidikan pelat merah : TK, SDN, SLTP maupun SLTA tidak satu pun lepas dari pungutan duit. Modus paling santer yakni dalam bentuk iuran sekolah yang digerakkan Komite Sekolah alias paguyuban.
Kepala Ombudsman Perwakilan Kaltim, Mulyadi menegaskan, apa pun nama dan bentuk pungutan uang yang dibebankan kepada peserta didik (orangtua murid) tidak dibenarkan karena melanggar aturan. Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2 berbunyi: "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib menanggung pembiayaannya".
"Langgar aturan bila iuran sekolah dipatok nilainya," tandas Mulyadi dalam sosialisasi maladministrasi layanan publik yang dilangsungkan di lantai 1 ruang Meranti, Kantor Bupati, Kawasan Pusat Perkantoran Bukit Pelangi, Sangatta, Kamis (27/11/2025).
Iuran apa pun namanya kalau atas nama sekolah sebenarnya tidak diperbolehkan. Termasuk iuran yang bersumber dari orangtua siswa (i) yang dipungut pengurus Komite Sekolah. Terkecuali, uang itu diperoleh Komite Sekolah bukan bersumber dari orangtua murid. Itu sah-sah saja. Tapi kalau pungutan uang bersumber dari peserta didik (orangtua murid), itu sudah menyalahi aturan.
Contoh, misalnya; di Sekolah ada iuran yang ditarik dari siswa yang nilainya tidak perlu besar, cukup dua ribu atau tiga ribu rupiah tiap siswa yang dikelola sendiri oleh siswa. "Itu menurut saya bagian dari proses pembelajaran agar bendahara siswa bisa berlatih kelola keuangan, tapi perlu diingat, guru tidak boleh terlibat di situ. Apalagi jika guru ikut menikmati manfaat dari hasil iuran tersebut. Sudah pasti salah " jelasnya.
Akan tetapi lanjut dia, kalau atas nama Komite Sekolah atau guru mengurusi uang iuran bersumber dari orangtua, wah, itu tidak boleh sama sekali .Apalagi dengan alasan untuk keperluan kelengkapan fasiitas di sekolah.
"Kalau iuran sukarela, jangan dipatok, terlebih tak elok dibuat daftar nama-nama yang sudah bayar atau pajang nama yang belum bayar. Itu termasuk tindakan diskriminatif. Tidak boleh seperti itu," ujarnya.
Sesungguhnya, kata Mulyadi, memang terkadang niat bermaksud baik hendak membantu sesama abdi negara dalam meringankan beban hidup mereka, tapi di mata hukum itu tetap salah, maka kita semua harus bersabar daripada nanti urusannya lebih repot lagi. (*)
Penulis/Editor : Bahar Sikki

Komentar
Posting Komentar